Masa kuliah bagi saya adalah perjalanan yang penuh perjuangan, pembelajaran, sekaligus pengalaman berharga. Empat semester pertama, saya aktif di organisasi kampus. Hampir setiap hari saya habiskan untuk rapat, program kerja, hingga kegiatan sosial. Dari sana saya belajar tentang kepemimpinan, komunikasi, dan tanggung jawab. Bahkan, suatu saat ketua himpunan saya mengusulkan nama saya untuk menjadi calon ketua BEM.
Rasanya terhormat sekali dipercaya untuk memimpin organisasi sebesar itu. Namun setelah mempertimbangkan banyak hal, saya menolak tawaran tersebut. Bukan karena tidak mau menantang diri, tapi ada alasan tertentu yang membuat saya sadar belum siap. Pada saat itu, kondisi keluarga sedang sulit, dan saya harus lebih fokus mencari solusi mandiri. Bagi saya, kepemimpinan bukan hanya soal posisi, melainkan kesadaran untuk memilih jalan yang tepat sesuai keadaan.
Mengajar sebagai Jalan Mandiri
Memasuki semester lima, saya mulai mencari penghasilan tambahan dengan mengajar di lembaga dan privat. Dari situ saya belajar mengatur waktu, menjaga konsistensi, dan menghargai setiap rupiah hasil jerih payah sendiri. Uang yang saya dapat memang tidak besar, pas-pasan untuk kebutuhan sehari-hari. Bahkan, saya sering hanya bermodalkan Rp30.000 untuk bensin, cukup untuk perjalanan Bekasi–Pasar Rebo pulang-pergi selama dua hari. Kalau perhitungan meleset, bensin bisa habis di tengah jalan dan saya harus mendorong motor di pinggir jalan raya.
Malam Mogok di Lubang Buaya
Ada satu pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan. Suatu malam, sekitar pukul 12 malam, motor saya mogok di daerah Lubang Buaya. Saya panik, karena saat itu sudah larut malam. Untungnya, masih ada bengkel kecil yang buka. Namun masalah lain muncul: saya sedang tidak membawa uang. Akhirnya, dengan berat hati saya menitipkan STNK motor sebagai jaminan agar motor bisa diperbaiki malam itu juga. Keesokan harinya, saya kembali untuk melunasi biaya servis tersebut. Dari kejadian itu saya belajar arti kejujuran, kepercayaan, sekaligus rasa syukur karena selalu ada jalan keluar, bahkan di situasi yang tampak buntu.
Pertemuan dan Kerja Sama yang Saling Menguatkan
Selain pengalaman pribadi, perjalanan kuliah juga mempertemukan saya dengan banyak orang baru. Ada rekan sesama pengajar, teman seperjalanan, hingga orang-orang yang sebelumnya asing tapi kemudian menjadi bagian dari cerita saya. Kami menjalin kerjasama yang saling menguntungkan, seperti simbiosis mutualisme. Ada yang membantu saya mendapat murid baru, ada yang berbagi informasi, dan ada pula yang sekadar memberi semangat. Saya belajar bahwa hidup lebih ringan ketika dijalani bersama-sama.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an: "Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah." (QS. Al-Baqarah: 172). Ayat ini menjadi pengingat bagi saya, bahwa uang dan rezeki yang halal adalah hal utama. Saya percaya, suatu saat kelak setiap rupiah yang kita miliki akan menjadi saksi di hadapan Allah. Oleh karena itu, saya berusaha menjaga konsistensi, bekerja dengan jujur, dan selalu meyakini bahwa rezeki yang halal, meski sedikit, lebih berkah daripada harta yang banyak tapi tidak jelas asal-usulnya. Selain itu, ada juga pada kitab injil : Amsal 13:11 “Harta yang cepat diperoleh berkurang dengan cepat, tetapi siapa mengumpulkan sedikit demi sedikit, menjadi kaya.”
Dibuat oleh bantuan AI